Domino’s Pizza Enterprises (DPE) tengah menghadapi masa sulit. Perusahaan waralaba pizza asal Australia itu melaporkan kerugian 3,7 juta dolar Australia atau sekitar Rp39,59 miliar pada semester I-2025. Padahal, tahun lalu DPE masih mencatat laba hingga Rp1,03 triliun.
Kerugian tersebut membuat perusahaan memangkas lebih dari setengah dividen dan menutup ratusan gerai. Disebutkan lebih dari 200 gerai Domino’s Pizza berhenti beroperasi, sebagian besar di Jepang, sebagai upaya efisiensi dan perbaikan kinerja.
Miliarder berusia 83 tahun sekaligus pemegang saham terbesar, Jack Cowin turun tangan sebagai interim executive chairman.
“Kami mengambil tindakan agar Domino’s menjadi bisnis lebih ramping dan efisien. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan,” ujarnya.
Domino’s Pizza Hadapi Krisis, Penjualan di Asia Terjun Bebas
Di sisi lain, Mark van Dyck mengundurkan diri dari kursi CEO setelah dinilai lambat mengeksekusi rencana restrukturisasi. Para investor mendesak perubahan lebih cepat demi mengembalikan kepercayaan pasar.
Penjualan di Asia turun 7,1%, Eropa 6,9%, serta Australia-Selandia Baru 5,2%. Jepang dan Prancis menjadi pasar dengan kinerja terburuk. Investor menilai pergantian pimpinan yang terlalu sering membuat arah bisnis tidak jelas.
Meski demikian, Domino’s berkomitmen memperbaiki fundamental dengan memangkas biaya operasional, termasuk biaya IT yang dinilai tidak lagi menguntungkan. Cowin menekankan fondasi bisnis makanan cepat saji tetap kuat.
“Saya sering ditanya apakah kebiasaan makan konsumen berubah. Jawaban saya? Tidak banyak,” katanya optimistis.
Kinerja Domino’s Pizza tahun 2025 menunjukkan tantangan besar akibat lemahnya penjualan global dan ketidakpastian manajemen. Namun langkah efisiensi dan restrukturisasi diharapkan mampu mengembalikan pertumbuhan dalam jangka menengah.
Demikian informasi seputar krisis yang dihadapi oleh Domino’s Pizza. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Nutshell-Movies.Com.