Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah tegas dalam mengatasi kenaikan harga beras dan potensi kekurangan pasokan. Salah satu langkah yang diterapkan adalah pembatasan pembelian beras di toko ritel seperti Super Indo dan Alfamart. Kebijakan ini mendapat dukungan dari Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey.
Menurut Roy Mandey, pembatasan pembelian beras ini merupakan hasil pertemuan antara pengusaha ritel, Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan Bulog. Pembatasan ini bertujuan untuk mencegah panic buying yang dapat menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga beras di pasaran. Dengan membatasi pembelian menjadi 2-3 kemasan per konsumen, pemerintah berharap dapat mengatasi kenaikan harga dan menjaga stabilitas pasokan beras.
Alasan di balik kebijakan ini adalah ketidakstabilan pasokan beras yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti badai, fenomena El Nino, dan impor. Saat ini, Indonesia telah mengimpor sekitar 1,6 juta ton beras, dengan sisa 400 ribu ton yang diharapkan tiba dalam beberapa hari atau bulan ini. Dengan impor tambahan sekitar 400 ribu ton, diharapkan ketersediaan beras akan meningkat.
Roy Mandey juga menjelaskan bahwa pembatasan pembelian beras tidak hanya berlaku untuk beras program stabilitas pasokan dan harga pangan (SPHP), tetapi juga untuk semua varian beras. Kebijakan ini akan dicabut setelah beras impor mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Rencananya, setelah impor sekitar 400 ribu ton beras, akan ditambah lagi 1 juta ton pada awal 2024. Hal ini sebagai upaya pemerintah untuk menghadapi dampak El Nino yang diperkirakan mencapai puncaknya pada awal 2024 dan mengupayakan harga beras stabil di seluruh daerah Indonesia. Meskipun kebijakan ini dapat menyulitkan beberapa konsumen, langkah ini diambil untuk memastikan ketersediaan beras yang cukup dan harga beras yang stabil di pasar. Dengan demikian, pemerintah berupaya melindungi kepentingan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan beras, yang merupakan salah satu komoditas pangan pokok di Indonesia.